World Of Warcraft, WoW Pointer 14


JURNAL VIII

(24 SEPTEMBER & 29 SEPTEMBER 2010)
TOPIK : ALIRAN HUKUM KODRAT

Latar Belakang Aliran Hukum Kodrat
Muncul pada jaman Yunani Kuno yang dipelopori oleh Cicero yang kemudian di analisis oleh Thomas Aquinas, yang didukung oleh Gereja Katolik.
Terdapat 4 karakteristik Aliran Hukum Kodrat ;
1. Satu atau beberapa nilai moral/ hukum atau pertimbangan moral;
2. Dua sumber perimbangan moral yaitu wahyu Tuhan dan Rasio serta berlaku Universal dan Abadi;
3. Dapat dijangkau rasio manusia, Menjadi objek penelaahan rasio;
4. Jika hukum positif bertentangan dengan moralitas maka hukum positif itu dikesampingkan.

Dalam pandangan Aliran Hukum Kodrat : Hak melahirkan hukum, Bukan hukum melahirkan hak.
Dalam dunia kristiani, aliran ini diadopsi oleh St. Agustinus . Metafisika adalah ilmu pertama dalam mengenal Tuhan.

Lex Aeterna : Tuhan memiliki rencana, yang dituangkan dalam hukumnya yang abadi.
Lex Naturalis : Rencana abadi Tuhan Itu terdapat juga dalam jiwa manusia, sehingga manusia mampu memahaminya sebagai hukum kodrat.

Prinsio tertinggi dalam hukum kodrat “ Jangan berbuat pada orang lain apa yang tidak ingin orang lain berbuat padamu ” An Unjust Law is No Law

TOPIK : TRADITIONAL VERSION, INNER MORALITY VERSION, INTERPRETIVE VERSION

Versi I : TRADITIONAL VERSION
Versi 1 : Traditional.
Tokoh : Thomas Aquinas (yang diperkuat oleh John Finnis). Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas. Jika tidak :
- Hukum positif itu tidak sah (invalid)
- Aturannya batal demi hukum (null and void)
- Tak ada beban kewajiban bagi siapapun

• Eternal Law (Lex Aeterna)
Asas mencapai keselamatan surgawai atau abadi (Tuhan yang tahu).
• Divine Law ( Lex Divina)
Asas-asas eternal law yang bias dipahami manusia (melalui wahyu-Nya).
• Natural Law (Lex Naturalis)
Asas menjadi manusia yang baik  jangan membunuh.
• Human Law (Lex Positivis)
Hukum positif buatan manusia  jika membunuh, dipenjara!
(dibuat pimpinan masyarakat demi kepentingan masyarakat).
• Struktur dari Charles F. Petterson :
a. Hukum abadi (Lex Aeterna) : hukum ini pengertiannya disebut dengan akal yang dipergunakan Tuhan dalam penciptaan alam semesta.
b. Hukum kodrat (Lex Naturalis ) : “pantulan” akal ilahi yang terdapat dalam setiap ciptaan sebagaimana dimaninfestasikan di dalam berbagai kecenderungan setiap ciptaan untuk mencari kebaikannya sendiri dan menhgindari kejahatan.
c. Hukum ilahi (Lex Divina) : hukum yang diterima manusia melalui wahyu.
d. Hukum buatan manusia (Lex Humans) : hukum yang diturunkan dari hukum ilahi dan memiliki kekuatan khusus yang sesuai dengan situasi konkret kehidupan manusia.
• Metode berpikir Aquinas hanya mungkin jika diamsumsikan :
a. Tuhan ada (tak akan diterima bagi pemikir atheis atau sekuler)
b. Penguasa politik memang selalu mengabdi demi kepentingan terbaik bagi rakyatnya
c. Semua manusia di muka bumi ini mempunyai kesepakatan penafsiran atas segala sesuatu tentang baik buruk, salah benar
Sejarah menunjukkan banyak kasus bahwa hukum positif tidak selalu sejalan dengan moralitas, dan hukum itu tetap ditaati secara efektif.

Versi 2 : INNER MORALITY VERSION
Tokoh : Lon Fuller (1902-1978).
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas. Jika tidak :
a. Ada aturan hukum positif yang tetap sah sepanjang tidak melanggar “inner morality of law” (moralitas di dalam hukum)
b. Hak untuk hidup adalah contoh inti moralitas hukum yang tidak boleh dilanggar (misalnya oleh Nazi)
Sistem hukum harus memiliki “inner morality” agar dapat ditaati.
Prinsip moral ini menunjukkan sisi “genuine” dari sistem hukum.
Prinsip moral ini membebani kewajiban “prima facie” agar hukum ditaati (prima facie obligation; a duty of fidelity to the law).
• 8 prinsip moralitas yang harus ada dalam hukum (principles of legality) versi Fuller :
a. The rules must be expressed in general term (berupa aturan umum, tak boleh sekedar keputusan-keputusan ad hoc). Harus berlaku secara general.
b. The rules must be publicity promulgated (aturan itu harus dipublikasikan kepada masyarakat luas).
c. The rules must be prospective in effect (aturan tidak boleh berlaku surut).
d. The rules must be expressed in understandable terms (aturan harus disusun dalam rumusan yang bias dimengerti).
e. The rules must be consistent with one another (aturan-aturan itu tidak boleh saling bertentangan). Harus konsisten.
f. The rules must be not require conduct beyond the powers of the affected parties (aturan itu tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan).
g. The rules must not be changed so frequently that the subject can not rely on them (aturan tidak boleh sering diubah-ubah).
h. The rules must be administrated in a manner consistent with their wording (harus ada kecocokan antara yang diundangkan dengan pelaksanaanya sehari-hari).

Versi 3 : INTERPRETIVE VERSION
Tokoh : Ronald Dworkin.
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas. Jika tidak :
a. Akan kesulitan memberikan penafsiran (pertimbangan) moral yang tepat terhadap ukum positif itu.
b. Jika tidak dapat diberikan penafsiran moral, hukum positif itu tidak sah. Penafsiran moral ini disesuaikan dengan kebutuhan para fungsionaris hukum.
• Dworkin menyatakan :
a. Hukum tidak sekedar kumpulan norma, tetapi suatu ekspresi falsafah pemerintahan (asas-asas moral terbaik)
b. Falsafah ini terutama memuat prinsip hubungan penguasa rakyat (hak-hak konstitusional) yang dinyatakan eksplisit
c. Penafsiran hukum selalu menuntut pertimbangan moral. Untuk mengetahui keberadaan asas moral terbaik itu : lihat kecocokannya dengan aturan lain dan sistem hukum itu (the idea of fit)  logical consistency and the power to justify or help provide a rationale for the rule
• Thomas Aquinas
Moralitas berasal dari hukum kodrat yang alamiah (jika lebih jauh lagi ditelusuri : dari Tuhan).
• Lon Fuller
Moralitas berasal dari sistem hukum; ia ada sebagai bagian internal sistem hukum tersebut (khususnya prinsip legalitas).
• Ronald Dworkin
Moralitas berasal dari hasil interpretasi para pengemban hukum ; moralitas itu ada di benak mereka terkait apa makna hukum positif.

REFLEKSI
Traditional Version, Inner Morality Version, dan Interpretive Version merupakan aliran yang berasal dari aliran hukum kodrat. Versi Traditional Version merupakan versi yang tidak bias diterima oleh orang-orang yang tidak percaya dengan Tuhan. Hukum kodrat merupakan Ius Constituendum. Hukum positif merupakan Ius Constitutum. Hukum kodrat bertentangan dengan hukum positif. Dan dalam hal ini hukum kodratlah yang harus dimenangkan. Aliran hukum kodrat hanya berurusan dengan hukum positif. Aliran hukum kodrat hanya untuk menjustifikasi hukum positif.

DISKUSI
1. Apakah kelemahan dari 3 versi tersebut?
2. Apa yang dimaksud dengan Prima Facie?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar