World Of Warcraft, WoW Pointer 14



JURNAL XVI

(25 November 2010)
TOPIK : CRITICAL LEGAL STUDIES

Latar Belakang
Roberto Unger
Teori “Masyarakat Pasca-Liberal”
-          Terjadi pergeseran prinsip bernegara : Liberal Klasik -> Pasca-Liberal
-          Penyebab pergeseran : Kekecewaan terhadap pemikiran kaum kanan dan kiri
Dasar berfikir dari Critical Legal Studies adalah :
-          Hukum adalah produk politik
-          Aturan hukum = aturan politik
-          Tak ada “the rule of law” . Yang ada “The political rules”
-          Politik terkait dengan kekuasaan
-          Aturan hukum = aturan dari siapa yang berkuasa
Kritik-kritik filsafat dari Critical Legal Studies :
·         Kritik terhadap hak
Menurut Critical Legal Studies : wacana hak oleh kaum liberal hanya menguntungkan kelas tertentu karena selama ini pertentangan hak selalu diselesaikan oleh negara, padahal masyarakat mampu menyelesaikannya sendiri
·         Kritik terhadap pendidikan hukum
Menurut Critical Legal Studies : pendidikan hukum oleh kaum liberal hanya sebagai pelatihan ideologi
Selain itu Critical Legal Studies juga menentang 2 tradisi dari positivisme hukum yaitu Rule of Law dan Legal reasoning

·         REFLEKSI
Teori Critical Legal Studies sesungguhnya bertentangan dengan Teori liberal, jika dalam Teori liberal tidak ada kontradiksi antara kepentingan sosial dan individu; perlindungan negara dan kebebasan individu, maka dalam Teori Critical Legal Studies justru terdapat kontradiksi fundamental .

·         DISKUSI
Apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari Critical Legal Studies ? Dan mengapa Critical Legal Studies justru menentang tradisi-tradisi dari Positivisme Hukum ?


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL XV

(14 November 2010)
TOPIK : REALISME HUKUM 

Menurut Plato, dunia fisik justru adalah bayang-bayang dari realitas yang ideal itu.
·         Platonic world à riil (menggunakan idealism Plato).
·         Physical world à yang disebut REALISME.
9 poi
Jika  mengerucut pada 4 hal :
1.      Realism builds on earlier challenges to formal law (tantangan paling awal bagi formalism hukum).
2.     
                                                                                        
Dasar berpikir realism hukum :
·         Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935)
“The life of the law has not been logic, it has been experience.”
Law should be viewed from the stance of the bad man (hukum dipandang dari orang yang melanggar hukum. Kalau tidak ada pelanggaran hukum, maka hukum tidak perlu dibuat).
·         Karl Llewellyn (1895-1962)
To my mind law…is what the officials do about disputes.
Jangan jadikan aturan sebagai pegangan karena aturan bias ditekuk-tekuk. Putusan tidak bergantung pada aturan, tetapi pada FAKTA. Apa inti pikirannya?
Sumbangan terbesar Llewellyn adalah pandangannya tentang “FUNCTIONALISM.” Yakni mengartikan hukum sebagai mesin yang punya tujuan tertentu. Mesin ini punya beberapa fungsi dasar tertentu (tidak terkait dengan nilai-nilai di dalamnya) : fungsi LAW-JOBS. Fungsionalisme dari Karl Llewellyn terlihat antara lain pada doktrinnya tentang THRUST & PARRY (doktrin ini digunakan sebagai senjata untuk mengkonstruksikan hukum yang terpasung dalam tradisi common law).  
Fungsi fundamental dari hukum : LAW-JOBS
Jika masyarakat ingin bertahan, maka di bidang hukum ada “6 law jobs” yang harus dilakukan :
1.  Adjustment of trouble cases
2.  Preventive chanelling of conduct andexpectations
3.  Preventive rechanelling of conduct and expectations to adjust to change
4.  Allocation of authority and determination of procedures for authoritative decision-making
5.  Provision of direction and incentive within the group
6.  The job of the juristic method
·         Jerome Frank (1869-1957)
Paling ekstrem. Menurut Frank, Holmes dan Llewellyn dinilainya hanya RULE SKEPTICS, seorang realis harusnya FACT-SKEPTICS.
Skeptisme kaum realis :
a.       Rule-skepticism
Apakah mungkin ada aturan yang berlaku general sebagai PREMIS MAYOR? Rule-skepticism karena :
-   Hukum tidak bekerja seperti bunyi undang-undang
-   Konsep “the rule of law” hanyalah teoritis; yang berlaku “the rule of the ruler”
-   The have always comes out ahead
b.    

REFLEKSI
Realisme hukum merupakan legal realism atau realistic jurisprudence. Realisme hukum memiliki tokoh penting, yaitu Oliver Wendell Holmes Jr., Karl Llewellyn, dan Jerome Frank. Realisme hukum yang dibahas disini adalah Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut aspek ontologis dalam relaisme hukum, hukum merupakan maninfestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial. Menurut aspek epistemologis, nondoktrinal-induktif (pendekatan interaksional atau mikro). Dan menurut aspek aksiologis, merupakan kemanfaatan.

DISKUSI 
Siapakah tokoh dari Realisme Amerika? dan apa pendapat mereka?



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL XIV
(19 November 2010)

TOPIK : TEORI HUKUM PEMBANGUNAN

Ketika membangun, ada faktor hukum dan masyarakat.

Beranjak dari :
Perspektif : hubungan hukum dan masyarakat
Dua aliran besar, yaitu Sociological jurisprudence + Pragmatic Legal Realism.

Mochtar mengatakan, “Demi undang-undang, kita harus memprioritaskan pembangunan undang-undang, pembuatan undang-undang di daerah netral.”

Teori Hukum Pembangunan

- Teori “Kebudayaan” Northrop :
  Hukum tidak hanya norma (buatan negara), melainkan juga kode etik instuisi lain.
- Teori “Kebijakan Publik” Laswell-MacDougall
  Hukum adalah proses.
- Teori “Social Engineering” Pound (minus konsepsi mekaniknya)
  Hukum diarahkan ke tujuan pragmatik.
- Konteks keindonesiaan

Ontologis :
Hukum = norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan

Epistemologis :
Doktrinal-deduktif
Nondoktrinal-induktif (simultan) diikuti doktrinal-deduktif

Aksiologis :
Kemanfaatan, kepastian (simultan)

REFLEKSI
Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. merupakan salah satu Teori Hukum yang lahir dari kondisi masyarakat Indonesia yang pluralistik berdasarkan Pancasila. Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. apabila diaktualisasikan pada kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya dan kondisi penegakan hukum pada khususnya, maka mempunyai sinergi yang timbal balik secara selaras. Aspek ini dapat dibuktikan bahwa dalam konteks kebijakan legislasi dan aplikasi serta dalam kajian ilmiah maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. tetap dijadikan landasan utama dan krusial yang menempatkan bahwa hukum dapat berperan aktif dan dinamis.

DISKUSI
Sebutkan beberapa contoh bahwa hukum merupakan “a tool of social engineering”!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perbedaan Aliran hukum kodrat dan Positivisme Hukum



TOPIK : PERBEDAAN ALIRAN HUKUM KODRAT DAN POSITIVIME

ALIRAN HUKUM KODRAT :

1. Ontologi : -Hukum= asas kebenaran dan keadilan sesuatu yang ideal adalah sesuatu yang di asumsikan sudah   selesai ,transenden,tak terkait lagi dengan pengalaman.
-Ilmu pertama adalah mengenal Tuhan atau hukum berasal dari Tuhan.
-Hukum positif harus berjalan sejalan dengan moralitas
2. Sifat : Bersifat self-evidence
3. Prinsip : Jangan berbuat pada orang lain apa yang tidak ingin orang lain berbuat pada mu.
4. Hukum dan Fakta : Keterpisahan Hukum dan Fakta.
5. Hukum dan Moral : Kesatuan hukum- moral
6. Epistimologi : Doktrinal-deduktif (dari premis normatif self-evidence) (premis mayor:moral)
7. Aksiologis : Keadilan
8. Tokoh-tokoh :
 -Thomas Aquinas
-Lon Fuller
-Ronald dwenken
 9. Pemberlakuan: Ius constituendum (hukum yang diharapkan)
 10. Fungsi : Sebagai prinsip-prinsip hukum internasional dan penafsiran konstitusi.
 11. Hakikat Hukum : Universal dan abadi
12. Konsep : Penerapan hukum
13. Dilihat : Nomostatik


POSITIVISME HUKUM

1. Ontologi : Hukum = Norma-norma positif dalam sistem Perundang-undangan sesuatu disebut positif,karena diasumsikan norma yang dibuat berasal dari pengalaman (empiris)
-Hukum trbentuk secara dinamis,Validitas norma harus diukur dari norma juga,bukan moral.(Hans Kelsen)
-Hukum positif tidak terkait dengan moral (amoral/netral)
2. Sifat : Bersifat self-evidence
3. Prinsip : Meletakan (salah-benar/adil-tak adil bergantung hukum yang telah diletakkan).
4. Hukum dan Fakta : Keterpisahan Hukum dan Fakta.
5. Hukum dan Moral : Keterpisahan hukum – moral
6. Epistimologi : Dokrinal-deduktif (premis mayor:hukum positif)
7. Aksiologis : Kepastian
8. Tokoh-tokoh : 
-August Compte
-John Austin
-Hans Kelsen
 9. Pemberlakuan: Ius constitutum (hukum yang berlaku)
 10. Fungsi : Sebagai social control
 11. Hakikat Hukum : Partikular,terbatas oleh kekuasaan negara
12. Konsep : Penegak hukum
13. Dilihat : Nomodinamic

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL XIII

(12 November 2010)
TOPIK : SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Substansi
Sociological jurisprudence dan realisme adalah saudara yang berpisah karena perbedaan prinsip.
Sociological jurisprudence memerlukan kepastian hukum, realisme mengingkari karena sistem hukum mereka.
Menjelang abad ke 19 terjadi “legal gap” antara hukum positif dan kehidupan riil di masyarakat yang memunculkan dua arus pemikiran di Amerika Serikat, yaitu
1.      The sociological yurisprudence
2.      The legal realism (The realistic jurisprudence) digantikam kemudian oleh The critical legal studies (The critical jurisprudence).
Semua pemikiran di atas mengusung pendekatan sosiologis ke dalam ilmu hukum.
Dalam sosiologi dikenal 2 pendekatan utama dalam melihat masyarakat:
1.      Struktural functional approach
Masyarakat adalah suatu system yang bagian-bagiannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi timbal balik. Sekalipun disintegrasi social tidak pernah tercapai secara sempurna, tetapi sistem sosial itu selalu bergerak ke arah ekuilibrium yang dinamis; menanggapi perubahan dari eksternal dengan kecenderungan memelihara agar perubahan dalam sistem mencapai derajat minimal saja.
2.      Conflict approach
Masyarakat menghadapi proses perubahan yang tidak pernah berhenti, yang menimbulkan konflik dalam disintegrasi social itu, selalu ada dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang lainnya.
Hakikat hukum
Berkembang di Amerika, disebut American Sociological Jurisprudence. Hukum adalah putusan hakim in concreto. Menyesuaikan antara living law (norma yang hidup) dan norma positif.

C. langdell
Ilmu hukum termasuk dalam sekelompok ilmu eksata, yang bekerja seperti hukum-hukum fisika (atas dasar hubungam sebab akibat)

Roscoe Pound menentang pendapat Langdell, menurut Pound:
Ilmu hukum merupakan sarana kontrol sosial khusus, yang dapat diefektifkan dalam proses yudisial dan administratif. Ada hubungan fungsional antara hukum dan masyarakat.

Fungsi hukum adalah pengendalian sosial, yaitu ketertiban (social order) dan penyelesaian sengketa (dispute settlement). Ditambah rekayasa sosial menurut Pound.

Taksonomi kepentingan:
1.      Individual interest:
a.       Personality
b.      Domestic relations
c.       Interest of substance
2.      Public intrest
a.       Interest of the state as juristic person
b.      Interest of the state as guardian of social interest
3.      Social interest
a.       Social interest in the general securities
b.      Social interest in the security of social institutions
c.       Social interest in general morals
d.      Social interest in the conversation of social resources
e.       Social interest in general progress

Sociological jurisprudence
Ontologis: hukum adalah putusan hakim in concreto
Epistemologis: nondoktrinal-induktif, doctrinal-deduktif
Aksiologis: kemanfaatan, kepastian (simultan)



REFLEKSI :

Positivisme hukum berdialektika dengan mazhab sejarah menghasilkan sociological jurisprudence. Hukum adalah putusan hakim in concreto yang menyesuaikan antara living law dan norma positif.  Pound menganjurkan agar dibentuk undang-undang yang seyogyanya lebih melindungi hak-hak sosial (mengurangi hak-hak individu seperti gerakan kebebasan berkontrak).

DISKUSI:
·         Apakah taksonomi kepentingan dapat bertukar tempat?
·         Apabila taksonomi kepentingan dapat bertukar tempat, syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL XII

(10 November 2010)
TOPIK : PLURALISME HUKUM

Subtansi
Pluralisme hukum selalu dikaitkan dengan mazhab sejarah karena dianggap paling akomodatif.
Belanda pernah mencoba menerapkan unifikasi, tetapi gagal lalu terjadi pluralisme hukum di Indonesia disebabkan oleh adanya 3 golongan penduduk, yaitu golongan eropa, golongan timur asing, dan golongan bumiputera. Salah satu golongan dapat tunduk kepada golongan lain dengan cara penundukan diri, pernyataan berlaku, dan peleburan.
Cakupan istilah hukum mazhab sejarah vs kaum etatis atau kaum formalistis (hanya hukum negara yang layak disebut hukum).
Tokoh-tokohnya:
G.R.Woodman: Pluralisme negara dan pluralisme dalam
J. Vanderlinden: Pluralisme negatif dan pluralisme deskriptif
J. Griffiths: Pluralisme kuat dan pluralisme lemah (yang paling sering dipakai)

Pluralisme lemah: menempatkan hukum Negara diatas hukum-hukum yang lain.
Pluralisme kuat: posisi hukum negara dianggap sederajat dengan hukum-hukum non negara.

Kekuasaan Negara memegang peranan dalam menentukan pola hubungan antar sistem hukum. Sally F. Moore: namun kekuasaan sangat bergantung pada konteks. Dalam konteks tertentu, kekuasaan Negara hamper tak berperan, sebab setiap masyarakat memiliki wilayah social yang semi otonom (semi-autonomous social field). Kekuasaan negara sayup-sayup tidak ada kevakuman dalam sosiologi hukum (kevakuman ada di positivism hukum). Walaupun tidak ada hukum, ada vigilante.
Vigilante adalah pengawas yang mempunyai semi-autonomous social field.

REFLEKSI :
Pluralisme hukum terjadi jika tidak ada unifikasi hukum yang berlaku. HATAH menunjukkan pluralisme hukum terutama hukum anatar golongan. Sampai saat ini pluralisme hukum masih terjadi di Indonesia.
Kelebihan pluralisme hukum, yaitu tidak ada kekosongan hukum dalam pluralisme hukum.
Kekuangan pluralisme hukum, yaitu tidak adanya unifikasi hukum yang berlaku untuk semua orang.
DISKUSI:
·         Sejauh mana hukum adat bisa mempengaruhi hukum pidana?
·         Apakah peranan vigilante pada masa sekarang?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL XI


(3 November 2010)
TOPIK : MAZHAB SEJARAH

Dilatar belakangi oleh Anton Thibaut yang mendukung upaya mempersatukan Jerman dengan cara unifikasi hukum, didasarkan pada positivisme hukum dengan kodifikasi (meniru Code Napoleon)
Friedrich von Savigny menentang Anton Thibaut,menurutnya yang ada hanyalah manusia-sosial, hukum adalah sesuatu yang supra-individual, pada masyarakat primitif hukum dibentuk tanpa rekayasa melalui jiwa bangsa dan jiwa bangsa ini terus dipelihara melalui keyakinan mendalam atas jiwa bangsa itu dengan bantuan unsur politik dan unsur pengolahan teknisnya. Kesadaran hukum kolektif.
hukum tidak dapat melepaskan diri dari tradisi (masa lalu), sehingga mengalir begitu saja dan tidak bisa dibentuk.
Menurut Friedrich dan G.V. Puchta hukum adalah organisme yang hidup seperti bahasa
Respon terhadap Savigny oleh H. Krabbe, kesadaran hukum individual (perasaan hukum).
Bagi bangsa Jerman, Jiwa bangsa adalah:
  1. Savigny, jiwa bangsa Jerman terdapat dalam hukum Romawi kuno
  2. Puchta, jiwa bangsa adalah kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara selanjutnya ditetapkan oleh penguasa dalam UU.
  3. Georg Beseler, jiwa bangsa terdapat dalam hukum serikat
  4. Otto Gierke, jiwa bangsa ada dalam gagasan sosial.
Sir Henry Maine menunjukan bahwa Hukum bergerak secara evolutif dari status ke kontrak dalam 5 tahap, yaitu:
Hukum Patriarkis à Hukum Aristokratis à Kodifikasi Hukum Kebiasaan à Modifikasi atas Hukum Kebiasaan yang Terkodifikasi à Ilmu Hukum   

REFLEKSI
Dengan dibiarkannya hukum terbentuk berdasarkan pola hidup sehari-hari (tidak dibuatnya hukum), maka konsekuensinya hukum menjadi sangat pluralistis.
Kekurangan dari mazhab sejarah : Oleh karena mazhab sejarah melihat ke masa lalu (backward looking) maka ia tak mempunyai pandangan ke depan.
DISKUSI
Apakah perlu membuktikan kebenaran sejarah untuk menerapkannya? 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



JURNAL X


(3 November 2010)
TOPIK: UTILITARIANISME

Utilitarianisme = Edonominisme, aliran filsafat yang mengajarkan mencari kebahagiaan.
Sebenarnya mirip positivisme, tetapi utilitarianisme melihat akibat.

Tokoh utama :
Jeremy Benthem – Perilaku dinilai baik buruk jika bisa membahagiakan orang lain.

Apakah nilai intrinsik itu?
Jeremy Bentham : Kesenangan (pleasure), Bentham menyamakan dengan kebahagiaan.
John Stuart Mill : Kebahagiaan (happiness)
G.E Moore : Nilai-nilai ideal (ideal values)

Similar Ethical Theories :
- Egoism : considers greatest happiness for me only and only me
- Altruism : considers greatest happiness for everyone execpt me.
- Utilitarianism : considers greatest happiness for everyone, including me (PALING IDEAL).

The Pig’s Philosophy
Istilah “pig” sudah dipakai untuk mengejek filsafat Epicurus. (Epicuri de grege porcus = seekor babi dari kelompok Epicurus).

Jeremy Bentham (1748-1832)
Manusia dikuasai oleh 2 kekuasaan : penderitaan dan kesenangan. Kekuasaan ini yang menentukan perilaku kita, termasuk baik dan buruk -> The Principle of Utility.
Prinsip ini layak disebut sebagai PRINSIP ETIS TERAKHIR.

John Stuart Mill (1806-1873)
Happiness, bukan pleasure yang menjadi “standard of utility”

G.E Moore : Ideals values.
Kita harus memaksimalkan “ideal values” seperti kebebasan (freedom), pengetahuan (knowledge), keadilan (justice), kecantikan (beauty).

Hukum = sekumpulan tanda-tanda (signs) yang mencerminkan kehendak (volition), yang disusun atau diadopsi oleh pemegang kekuasaan negara berdasarkan mandat yang diperolehnya.
Jadi, John Austin : Hukum positif = ungkapan tentang aturan berkehendak.

Salah satu cara mengukur “akibat terbaik” yaitu dengan : Pendekatan Ekonomi.
Menurut Peter M.Blau :
Interaksi sosial terjadi karena didasari oleh adanya harapan akan adanya reaksi balasan dari pihak lain. :
 - pertukaran makanan antara-tetangga
 - pertukaran konsensi polisi dan kriminal
Perilaku (pertukaran) ini akan berhenti jika reaksi tersebut tidak terjadi.

REFLEKSI:
Utilitarianisme yang diusung oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, dapat diringkas dalam tiga proposisi berikut : Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar/baik atau salah/jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Kedua, dalam menilai konsekuensi atau akibat itu, satu-satunya hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya. Jadi, tindakan-tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan. Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain. Kesejahteraan tiap orang sama penting dalam penilaian dan kalkulasi untuk memilih tindakan.

DISKUSI:
Apakah keuntungan dan kerugian dari utilitarianisme yang dikemukakan Jeremy Bentham, G.E Moore, dan John Stuart Mill?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


JURNAL IX


(1 October 2010)
TOPIK : POSITIVISME HUKUM

Positivisme Hukum dipelopori oleh Saint-Simon ( 1760-1825). Positivisme adalah aliran filsafat yang meyakini bahwa pengetahuan manusia bersifat objektif,yang diperoleh melalui penyelidikan empirik dan rasional. Terdapat 5 asumsi dasar dalam Positivisme, yakni:
1.Logiko Empirisme
Dinyatakan benar apabila sesuai dengan kenyataan.
2.Realitas Objektif
hanya terdapat satu realitas saja, subyek-obyek terpisah sehingga tidak ada tempat untuk melakukan interpretasi subyektif.
3.Reduksionisme
Setiap obyek dapat diamati dalam satuan kecil, jika tidak maka tidak dapat dikatakan sebagai realitaa (misal : Tuhan).
4.Determinisme
keteraturan dunia karena adanya hukum kausalitas (dipengaruhi oleh law of nature).
5.Asumsi bebas nilai
Tidak ada tempat untuk subjektivitas, karena ilmu selalu bebas nilai.

Aguste Comte berpendapat, bahwa terdapat 3 tahapan perkembangan manusia, yakni melalui Tahap Teleologis ( Supranatural), Tahap Metafisis ( Manusia mulai menggunakan pendekatan filsafat), Tahap Postivis/ Rill ( Masyarakat berpegang kepada observasi dan pengujian dengan metode empirik untuk menguji ilmu pengetahuan).
Teori kehendak yaitu sesuatu yang dikehendaki baru dipahami orang lain, jika sudah diekspresikan. John Austin ( 1790- 1859) dan diinspirasi jeremy Bentham, mengatakan bahwa hukum adalah kehendak yang bersanksi ( L : WSEG+S ). Positivisme hukum juga mengedepankan hukum sebagai alat kontrol sosial, yaitu hubungan sebab akibat ini akan dipakai sebagai alat untuk bisa mengontrol gejala-gejala alam.

Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical Jurisprudence) :
•Ajarannya tidak berkaitan dengan penilaian baik dan buruk, sebab penilaian ini berada di luar bidang hukum
•Apa yang dimaksud dengan kaidah moral, secara yuridis tidak penting bagi hukum walau diakui ada pengaruhnya terhadap masyarakat.
•Pandangannya bertentangan, baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan mazhab sejarah.
•Hakikat hukum semata-mata adalah perintah – semua hukum positif merupakan perintah dari penguasa berdaulat.

Aliran Hukum Murni (Reine Rechtlehre) , oleh Hans Kelsen :
•Hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsusr sosiologis, politis, historis, bahkan etis.
•Yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum itu seharusnya (what the law ought to be) tetapi “apa hukumnya” (what the law is).
•Yang dipakai adalah hukum positif (ius constitutum) bukan yang dicita-citakan (ius constituendum).
•Dikenal juga yang melahirkan Stuffentheorie.(Teori jenjang) dan Imputationtheory (Imputasi)

Ciri-ciri Positivisme Hukum , Menurut H.L.A Hart :
1.Hukum Merupakan perintah dari manusia (Command of human being)
2.Tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum di satu sisi dengan moral di pihak lain, atau antara hukum yang berlaku dengan hukum yang sesungguhnya.
3.Analisis terhadap konsepsi hukum dinilai penting untuk dilakukan dan harus dibedakan dari studi yang historis maupun sosiologis, dan harus dibefakan pula dari penilaian yang bersifat kritis.
4.Pengertian bahwa sistem hukum merupakan sistem yang logis dan bersifat tertutup, dan didalamnya keputusan-keputusan hukum yang tepat/benar biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik, dan ukuran-ukuran moral.
5.Bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan.

REFLEKSI :
Positivisme Hukum ini, masih banyak kekurangan, diantaranya :
•Akibat dengan adanya pahan bahwa sesuatu diyakini apabila diperoleh melalui penyelidikan empirik dan rasional, mengakibatkan bahwa manusia dituntut untuk lebih mempercayai hal-hal yang bersifat nampak objek kajiannya, sehingga tidak mempercayai lagi akan keberadaan Tuhan dan al-hal supranatural lainnya yang sebenarnya juga menurut ajaran agama adalah benar dan nyata.
DISKUSI :
•Apa dampak dan peranan keberadaan teori-teori positvisme hukum pada zaman itu terhadap penerapan hukum di masa kini ?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS